SETIAP kali hendak berangkat ke
sekolah, Kelvin (15 th ) murung. Raut wajahnya
membersitkan ketegangan dan ketaksenangan.
Dia jago Basket di sekolah, Beberapa kali mengikuti pertandingan bola basket mewakili sekolah. Kelvin berpembawaan tak bisa
diam terlalu lama dan ingin terus bergerak. Tak ayal, dia sering dimarahi guru
yang sedang menerangkan pelajaran di kelas.
Kelemahan paling mendasar
anak-anak yang memiliki kecerdasan fisik (kinestetik) memang pada kecenderungan
tak bisa diam terlalu lama. Dalam senam atau olahraga, anak-anak itu lebih
luwes, lincah, menguasai, bersemangat.
Pendek kata, anak kinestetik jauh
lebih unggul dibandingkan dengan anak lain. Anak kinestetik lebih menyukai
bidang olahraga. Mereka akan memilih ekstrakulikuler olahraga ketimbang sains.
Namun, banyak guru justru acap memupus, mengempaskan, atau
membenamkan kelebihan anak yang memiliki kecerdasan fisik (kinestetik). Banyak
kalangan, termasuk orang tua dan
guru , beranggapan kecerdasan fisik urutan kesekian dibandingkan dengan
prestasi akademik. Akibatnya, anak-anak yang memiliki kecerdasan fisik merasa
kurang dihargai.
Ada satu lagi yang perlu
digarisbawahi, yakni ada anggapan bahwa anak-anak berkecerdasan fisik
(kinestetik) pasti lemah di bidang akademik.
Anggapan yang belum tentu benar
itu seolah-olah mencampakkan serta mengecilkan pola serta gaya belajar yang
dianut dan ditanamkan orang tua. Sebab, kenyataannya banyak anak kinestetik
berprestasi akademik sangat memuaskan, karena orang tua dan guru
berhasil menerapkan gaya belajar yang pas bagi mereka.
Kecerdasan seseorang dapat
dilihat dari banyak dimensi. Prof Dr Howard Gardner, Kepala Project Zero
Harvard Univervity, mengembangkan model multiple intelligences.
Dia membagi kecerdasan menjadi
delapan macam, antara lain kinestetik atau kecerdasan fisik. Kecerdasan
kinestetik sejajar dengan tujuh kecerdasan lain, yaitu kecerdasan linguistik,
logik matematik, visual dan spasial, musik, interpersonal, intrapersonal, dan
naturalis.
Jadi sebenarnya tak ada siswa bodoh dalam pembelajaran. Seluruh siswa pasti pintar dan cerdas
menurut kecenderungan masing-masing. Karena itu, pola serta gaya belajar
berperanan penting.
Anak kinestetik lebih cepat
menghafal bila disertai olah tubuh atau gerakan. Jadi, gaya belajar anak
kinestetik harus disertai gerakan atau olah tubuh. Misalnya, pemahaman tentang
air hujan yang turun ke bumi. Jangan suruh anak kinestetik menghafal kalimat
demi kalimat. Berilah contoh melalui gerakan tangan, pasti dengan cepat mereka
dapat mencerna.
Bisa juga ketika menerangkan
tentang gravitasi atau gaya tarik bumi, guru menjatuhkan kapur atau penghapus
papan tulis. Semua itu membutuhkan kreativitas dari guru.
Sekolah unggulan adalah sekolah
yang memanusiakan manusia. Artinya, menghargai setiap potensi siswa. Sekolah
yang membuka pintu lebar-lebar bagi semua siswa. Bukan dengan menyeleksi
melalui tes formal yang memiliki interval nilai berupa angka untuk menyatakan batasan
diterima atau tidak.
- Doni permana, S.Pd @ SMP Ananda Batam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar